Flash Message

Senin, 02 Mei 2011

Uli Bakar cocol Gula-Serundeng, secuil kenikmatan masa lalu

The 'Grill Master'
Makanan jadoel dari ketan putih ini jadi hidangan utama di kedai kopi dekat pasar. Tak ada jajanan lain kecuali uli bakar, kopi dan teh. Uli bakar sejarah awalnya (mungkin) tergolong 'survival fastfood ' yang memenuhi 4 kriteria: cepat, murah, enak dan... kenyang!

Untuk menyantapnya, tak ada tempat paling pas selain duduk di bangku papan persis depan grill – di meja yang menempel di kedainya. Karena di sini selain bisa melihat si abang penjual membolak-balik potongan uli di atas panggangan, saat itulah the fresh uli from the grill tersaji di depan mata dan bisa langsung dicomot!

Di kedai non-permanen yang nempel tembok luar Pasar Depok Jaya itu saya langsung mengambil posisi 'strategis' di garis terdepan. Hawa hangat dan aroma sangit khas dari bara arang batok begitu terasa. Sementara si abang terus mengipasi agar potongan-potongan uli yang dijejer di atas panggangan terbakar merata. 

Meski sambil tangannya sibuk mengipas, dia cukup piawai ber'juggling' memainkan peran sebagai barrista, menyiapkan seduhan kopi pesanan pembeli. Kurang 2 menit, dibaliknya potongan-potongan tadi. Gari-garis kehitaman efek panggang terlihat menghiasi tapi lembut di dalam. permukaan putih uli.

Digrill seperti BBQ
2 keping uli yang sudah panas langsung saya sambar dari atas grill dan mendarat di piring kecil berisi gula pasir bercampur serundeng kering + blendo (ampas proses pembuatan minyak kelapa). Panaaasss. Dengan pelan saya cuil seperempat bagian uli dan saya cocolkan ke ‘bumbu’ serundeng. Hmm… tekstur ketannya lembut dan begitu terasa gurih campuran santan dan parutan kelapanya. Menyantap makanan jadoel ini belum klop rasanya jika tanpa nyeruput kopi jadoel.

Uli Bakar + Kopi Liong
Aroma bakaran uli gurih yang khas bertemu harumnya serundeng kelapa .. benar-benar nikmat. Tak lama kopi susu pesanan saya pun sudah terhidang di hadapan saya di gelas belimbing (pernah dengar?). Gelas belimbing ini adalah sebutan untuk gelas bening yang pada bagian ‘pantat’nya memiliki lekuk seperti bentuk sisi buah belimbing. Dan biasanya gelas ini sebagai wadah ‘gratisan’ yang di dalamnya terdapat sabun krim.

Seperti yang saya sebutkan tadi, kopi yang ini tergolong jadoel itu adalah Kopi cap “Liong Bulan”. Bikinan Bogor yang jangkauan peredarannya terbatas. Kopinya hitam pekat, aroma khasnya kuat dan harum. Rasanya, ahhh… ternyata belum berubah. Aroma di hidung tak ‘menipu’ rasa lidah. Lengkaplah kepuasan bernostalgia dengan jajanan jadoel ini. Mantab!

Kedai ini mulai ‘hidup’ setelah subuh hingga jam 9-an pagi dan selalu ramai. Di hari biasa, penjual bisa menjual uli dari beras ketan 30 kg. Sedangkan di akhir pekan, 50kg! Duduk di bangku kayu berimpitan dan beradu-cepat nyomot uli panas dengan pembeli lain di kedai dengan bangku 'tribun' depan berkapasitas 6 orang ini adalah sebuah pengalaman tersendiri. Belakang, karena tiap weekend peminat lebih banyak sampai terpaksa ikut standing party, bangku kayu ditambah di sisi samping.


Sebenarnya uli bakar ini jauh lebih nikmat bila serundeng cocolannya sedikit dimodifikasi dengan gula aren halus, bukan gula pasir kasar. Sayang sekali, pilihan gula aren tak hadir di sini.

Akhirnya, cukup dengan goceng saja, dua keping uli bakar cocol gula-serundeng + segelas kopi susu (jadoel) sudah cukup 'ngefek'. Bukan cuma buat lidah, tapi juga di perut. Dan yang pasti, sensasinya akan terus terbawa-bawa. Welcome back to old times, guys!    
(Irawan NS)

Good food ends with a good talk.

Kedai Uli Bakar: Ps. Depok Jaya - Jl. Nusantara, Depok (pojok samping luar - sisi Jl. Mawar/samping pasar)

 

Tidak ada komentar: