Flash Message

Senin, 27 Juni 2011

Lopis: From Betawi with “Love” (and “Peace”)

Lopis ketan putih & ketan item

Bukan lopis sembarang lopis. Nggak cuma sekedar ketan, bukan pula ‘asal’ manis. Meskipun kelas pinggir jalan, yang satu ini dibuat hanya dari beras ketan Thailand! 

Rasanya.. seriously yummy! Pertemuan dengan lopis spesial ini berawal dari sebuah kebetulan saat melintas sebuah jalan kecil di daerah Pondok Cina - Depok, kira-kira pertengahan 2008 lalu. Potongan lopis ketan (putih dan hitam) di etalase kecil depan rumah kontrakan pinggir jalan Karet itu sukses 'merayu' saya untuk singgah dan mencoba.  

Ada dua pilihan; yang putih berbentuk irisan bundar dengan tepian kehijauan beraroma khas daun pisang, sedangkan yang (ketan) item berbentuk oval. Selain di depan rumah, lopis ini juga dijajakan di gerobak dorong depan Gramedia Margonda, Depok. Ada alasan mengapa si penjual menggunakan beras ketan impor dari negeri gajah putih itu.

“(beras) Ketan Thailand itu hasilnya bagus. Lopis tidak lembek”, kata ibu Hasan, the lopis specialist. “Kalo beras ketan lokal, hasilnya akhirnya suka nggak pasti. Seringnya gagal karena kelembekan. Mungkin karena banyak oplosan…”, tambahnya. 


Sebuah kenyataan yang memprihatinkan. Kue tradisional kita ternyata harus bergantung pada bahan impor untuk mempertahankan keaslian rasanya. Ini sekaligus pelajaran bagi kita semua, bahwa kepercayaan konsumen harus dijunjung tinggi. Pembeli beras Cianjur tentunya berharap berasnya bena-benar asli Cianjur, bukan 'Cianjur-Cianjuran'.

Nah, jika Anda dihadapkan pada situasi serupa saat mengisi bahan bakar kendaraan, mana yang Anda putuskan; harga murah untuk kualitas bensin oplosan, atau membayar lebih mahal tapi yang benar-benar terjamin kemurniannya?

Kembali ke soal lopis. Meskipun dikenal sebagai jajanan murah, upaya mempertahankan agar rasa bisa sebagaimana mestinya ternyata tak sesederhana harganya. Bayangkan, dengan harga per potong lebih murah dari ongkos parkir liar, makanan ini sudah bisa dinikmati. Makan di tempat atau dibawa pulang, dijamin tak berubah rasa.

Lopis yang mirip irisan lontong dengan bahan baku beras ketan, terasa lebih liat dan lengket. Santan kelapa di dalamnya membuatnya lebih gurih. Ada juga yang dibentuk satuan dengan cetak segitiga dengan seluruh permukaan berwarna hijau dan beroma wangi pandan alami. Lopis dimakan dengan balutan kelapa parut dan guyuran karamel gula aren.

Makanan ini diyakini sebagai jajanan khas betawi dan umumnya dibuat turun-menurun seperti halnya dodol betawi yang masih dibanyak dibuat oleh warga keturunan betawi. Proses pembuatannya selain menyita waktu, tenaga dan ketelatenan, juga butuh “passion” - keahlian, kecintaan sepenuh hati.

Agar lebih enak, kualitas bahan baku jadi kuncinya. Sayangnya gara-gara kemurnian bahan baku lokal yang sangat meragukan, ibu yang (mengatakan) leluhurnya juga pembuat lopis dan hampir seluruh saudaranya mewarisi keahlian tersebut, dengan terpaksa ‘berpaling’ ke lain hati.

Pilihan pun jatuh ke ketan putih Thailand. Ketan premium alias kualitas nomor satu! Dari sisi ongkos produksi sebenarnya lebih mahal. Namun tekstur dan rasanya… lebih terjamin. Lebih konsisten. Sebagai pemanisnya, ia memilih pun dipilih dari gula aren lokal asli yang secara kualitas lebih baik daripada gula dari kelapa. Dan terbukti, para pelanggan pun selalu datang kembali.

Sekarang, dapurnya semakin sibuk dengan memproduksi lebih banyak lopis dengan lapak (outlet) yang dibuka di beberapa tempat. Jika di hari biasa menghabiskan kurang lebih setengah karung (1 karung = 25kg) ketan Thailand, maka di akhir pekan bisa 1,5 karung.

Secara umum, lopis identik sebagai jajanan pagi. Tapi di tempat-tempat jualan bu Umi ini jam 8 malam kadang masih bisa ditemukan. Bukan karena seharian tak laku. Namun karena kelapa parut yang digunakan untuk lopis ternyata dikukus lebih dulu agar bisa tahan lebih lama. Jadi buat mereka yang baru sempat membeli sepulang kerja, lopisnya masih tetap terasa fresh.

Bagi orang Timur, rasa makanan itu bisa dibilang cerminan suasana hati pembuatnya. Makanan yang dibuat dengan suasana hati yang enak dan penuh sukacita, itulah yang akan menjadi rasa hasil akhir makanan tersebut. Buat saya, 'pertemuan' bisa me-refresh kenangan masa remaja, di mana lopis menjadi bagian dari ritual akhir sesi jogging pagi. Rute jogging boleh saja berubah-ubah, tapi mengakhirinya di di kedai jajan dekat pasar adalah keharusan. Pulennya lopis plus teh tawar hangat saja sudah menjadi reward paling menggiurkan saat mencapai 'garis fisnish' saat itu...

Rasanya tak berlebihan pula bila penganan ini pantas mewakili rasa ‘love’ and ‘peace’. Manisnya gula karamel seolah menegaskan, bahwa lopis (love - peace) - is a piece of ‘something sweet’ from the heart.. Ditambah rasa gurih-lembut yang mengenyangkan, perut pun jadi lebih tenteram, peaceful... - cmiiw :)
<irawan ns>

Love (and) peace... It sounds good. It tastes good.


Tidak ada komentar: