Flash Message

Rabu, 21 Desember 2011

Es Sekoteng, si manis “primadona” pojokan jalan yang selalu diantre di bawah pohon rindang

Kedai Es Sekoteng di pojok jajan Bogor Permai, Bogor
Manis, tapi nggak hot seperti wedang sekoteng yang kita kenal pada umumnya. Pada saat cuaca panas di Bogor, tempat mangkalnya, yang satu ini paling cool. Paling menggoda di antara para penggembiranya.  


Duduk menyantap aneka jajanan sambil menikmati angin semilir di bawah pohon beringin tua  yang lingkaran batang pohonnya saja butuh 9 rentangan tangan orang dewasa untuk memeluknya, adalah sebuah pengalaman tersendiri.

Lokasinya tak terlalu jauh dari stasiun kereta Bogor. Mungkin masih dalam radius 1-1,5 km saja. Titik yang hanya beberapa ratus meter dari lingkar istana Bogor ini begitu happening! Pojokan di pertemuan jalan Jenderal Sudirman-Jl. Sawo Jajar yang menempel di sisi samping bangunan resto Bogor Permai ini memang selalu meriah oleh wajah-wajah ‘kalap’ pemburu kuliner setempat maupun dari luar Bogor.  

Mau duduk di mana?
Mau yang berat atau sekedar icip-icip menu, semua seru. Pilih saja sesuai selera. Berurut mulai dari makanan gerobak dorong: ada soto, soto mie, bakso, laksa, soto Bogor, doclang (Cirebon), mie ayam, nasi timbel, dan sate ayam. Naik ke atas trotoar, ada kedai pempek palembang dan sop buah, toge goreng bu Omah, siomay Bandung dan.. Es Sekoteng sebagai "primadona", bersanding bersama toge goreng yang khas Bogor.

Awalnya mendengar kata "es sekoteng", konsep tentang sekoteng buat saya adalah berupa wedang (minuman) yang disajikan panas dengan rasa pedas jahe yang sangat dominan, dengan isi buliran pacar cina, roti tawar potong ukuran kecil, dan kacang tanah sangrai. "Sekoteng dengan es, jadinya seperti apa ya?", pertanyaan itu muncul dalam benak saya.

Bahkan prediksi saya waktu itu tentang es sekoteng ya.. wedang sekoteng yang rasa jahe itu disajikan dengan es, 100% meleset. Karena es yang satu ini tak ada unsur jahe sama sekali.

Es Sekoteng: bersolek dengan buliran 
pacar cina merah-delima
Semangkuk es sekoteng datang bersama segunung es serut yang di atasnya dikucuri susu krimer kental manis. Saat bongkahan es disibak, oalaaaah... ternyata komposisinya mirip es campur - yang boleh dibilang 'tak lengkap'. Hanya berupa bulir-bulir pacar cina berwarna merah delima, potongan buah alpukat dan daging kelapa muda yang ekstra lembut, plus air gula dan krimer kental manis. Akan tetapi, ketidaklengkapan ini justru tak 'mengacaukan' rasa karena isinya tak sebanyak es campur yang isinya terlalu 'sumpek'.

Konsep saya tentang sekoteng sepertinya perlu didefinisi ulang. Di sini (mungkin juga sesungguhnya), sekoteng adalah sebutan lain untuk bulir-bulir bening berwarna merah delima tadi, atau sering disebut pacar cina. Azas "pars prototo" rupanya berlaku. Ini mirip 'kasus' pada penyebutan nama asinan. Kehadiran sawi asin yang sebenarnya hanya menjadi unsur minor saja dalam menu asinan sayur (khas Jakarta maupun Bogor) yang juga berisi komonen lain, justru mempengaruhi penamaan secara keseluruhan, "asinan". Ya, seperti nama menu ini. "Es Sekoteng!"

Bulir-bulir sekotengnya sendiri rasanya tawar karena memang hanya sebagai unsur pemikat mata dengan sensasi kenyal. Untuk secara keseluruhan kurang lebih seperti es campur pada umumnya: manis khas gula pandan, daging buah alpukat, dan daging kelapa muda yang lunak, ditambah krimer kental manis yang gurih milky. Cukup menyegarkan dinikmati di siang terik. 

Untuk menu makanan, setelah melakukan 'sidak' sejenak sederetan geroba makanan di situ, pilihan saya jatuh ke laksa Bogor. Menu jadoel yang saat ini cukup langka dan sering ditemukan tanpa sengaja. Saya tak menyia-nyiakan kesempatan langka itu.

Laksa Bogor
Tak lama, pesanan semangkuk laksa ayam pun terhidang di hadapan saya. Racikannya: toge dan bihun, suiran daging ayam, potongan oncom kemerahan dan tahu cina yang lembut dalam kuah kuning, ditambah aroma daun kemangi dan taburan serundeng kelapa.  

Ramainya orang yang jajan sepertinya memancing mereka yang kebetulan melintas untuk mampir. Memutuskan jajan ke sini butuh kelincahan tersendiri. Maklum saja, ketersediaan bangku dan meja makan sangat terbatas. Sampai-sampai bangku kosong yang baru saja ditinggalkan, sebentar saja sudah terisi pejajan berikutnya. Saya juga tak melihat fasilitas toilet umum maupun wastafel di sini. Itu poin minusnya.

Hal yang bisa diapresiasi adalah, butiran sekoteng es ini adalah buatan sendiri, alias bukan pabrikan. Lalu daging es kelapanya, kata mereka yang cukup sering jajan ke tempat ini, pemilihan kualitasnya selalu konsisten: muda dan sangat lunak.Tak heran, di kedai ini cici penual tak pernah henti meracik pesanan meski sudah dibantu 3 asistennya.

Sebagai selingan untuk icip-icip, pojokan jajan Bogor permai ini bolehlah untuk disinggahi. Namun saya pikir-pikir, menu sekoteng, sesuai dengan namanya, mungkin memang lebih cocok pake "es" (karena kalo tanpa "es", pasti jadinya.. "_ekoteng" - oops.. :). 
 
Enjoy!

(irawan ns)