Bubur Ase, Rasa Nampol Bubur Betawi dari gang Senggol

Tampak Depan

Sebenarnya makanan jadul khas Betawi ini sudah tak asing lagi bagi para ‘pejajan tangguh’ alias penikmat kuliner lokal. 

Karena letaknya yang masuk ke dalam ‘gang senggol’, mereka yang bermobil agaknya perlu sedikit ‘berkeringat’ untuk cari parkir di ujung ruas jalan Kebon Kacang III. Buat yang bermotor.. silakan menyesuaikan diri kalo mau parkir dengan ruas jalan yang sempit di dekat mulut gang. That’s the challenge! :) 

Plank Bubur Ase Betawi “Bu Neh” terpasang di bagian atas depan warung sederhana ini. Sebuah meja makan panjang diapit sepasang bangku papan di kanan-kirinya terlihat di teras yang sempit. Di meja, aneka jajanan jadul seperti lontong kentang, pastel dan donat tabur gula digelar rapi di baki bertutupkan lembaran plastik buram tebal. Tak ketinggalan setoples sambal kacang encer. Cahaya matahari yang agak terhalang dinding rumah sebelah menimbulkan efek redup.

Setelah pesan, sebentar saja seporsi bubur Ase sudah tersaji di hadapan saya.

Ini dia, Bubur Ase (Asinan encer), bubur beras dengan kecambah/toge matang, semur kombinasi daging-tahu-kentang beserta kuah manis kehitaman, dengan topping kacang goreng bawang goreng, irisan daun bawang, kerupuk merah dan emping.

Sendokan pertama, rasa manis khas dari kuah semur langsung menyelinap di mulut bersama bubur yang hangat, disusul renyahnya toge matang berbaur daun bawang, emping dan kacang tanah goreng. 

Semurnya merupakan kombinasi potongan kecil daging sapi, kentang dan tahu cina potong dadu ukuran setengah senti. Hmm.. kombinasi isi dan rasa yang unik yang membedakannya dengan bubur beras pada umumnya.

Para 'pencari jalan yg benar': OTW ke "Bubur Ase" 

Menyantap makanan enak tanpa diselingi ngobrol belum poll rasanya. Beruntung, saya yang saat itu datang sendirian ditemani ngobrol santai oleh pak Dana dan istrinya, Bu Neh. 

Sebuah kehormatan, makan siang ditemani pasangan beken dengan segala kesahajaannya. Gimana enggak, warung bubur ini sudah berulang kali diliput oleh semua stasiun TV swasta di Jakarta dan berbagai media cetak. Dan kedai ini masuk ke dalam 'peta wisata jajan' di Jakarta!

Soal menu, apa yang dijual di warung yang bisa menampung 10 orang ini boleh saja terbilang sangat sederhana. Tapi yang pasti, bubur Ase merupakan sebuah ‘heritage’. Dan tak jauh dari warung ini di lain gang, ternyata anak sulung BU Neh juga berjualan asinan dan rujak. 

Tanpa segan-segan, Bu Neh menawarkan diri mengantar saya ke warung mpok Yana (Diana). Lagi-lagi saya menemukan sebuah kejutan kecil di sana.

Get guided or get lost: nyusuri gang senggol

Rujakan & gado-gado + makanan cemilan jadul Mpok Yana:
depan mesjid Al Anwar, Jl. Kebon Kacang I, Tanah Abang

Mpok Yana: di sini rujak pake pisang batu dan ubi jalar, 
bahkan lobi-lobi yang bikin rasa asam segarnya beda.

Buah lobi lobi, si asam segar yang sudah langka itu 
masih bisa ditemukan di sini.

Menurut mpok Yana, buah lobi-lobi – beserta bahan rujak/gado-gadonya ia beli di pasar Muara Karang. Hmm.. jarak yang tak bisa dibilang dekat dan butuh energi ekstra untuk mencapainya. Apalagi ia belanja sekitar tengah malam –saat sebagian orang terlelap.

Food business mungkin termasuk ke dalam sub wilayah hospitality industry (cmiimw). Dengan keramahan dan keterbukaan mereka dalam melayani pembeli, meski dengan segala kesederhanannya, rasanya pantas pusaka kuliner betawi ini mereka warisi. 

Mau cerita apa aja, Bu Neh dan Pak Dana 
asik diajak ngobrol sampe poll.

Soal rasa, subyektif tentunya. Tapi buat mereka yang datang dengan tekad “pantang pulang sebelum kenyang”, seporsi menu seharga 8.000 rupiah ini dijamin 'nendang'. Yang pasti, menyantap bubur ase bukanlah sekadar mengisi perut atau memanjakan lidah semata. Ada sensasi unik di setiap suapan. Bahkan menjadi sebuah cerita yang tak berakhir meski bubur tandas tak lagi tersisa. (Irawan NS)

Good food ends with good talk.

Bubur Ase Betawi “Bu Neh”: Jl. Kebon Kacang III no. 83 – Tanah Abang, Jakarta Pusat (tel. 021-392 0273)